Makalah Sejarah Perjanjian Linggarjati



Makalah Sejarah Tentang Perjanjian Linggarjati


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kita dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Dalam pembuatan tugas ini setidaknya terdapat hal-hal yang menambah kita untuk memperoleh informasi dan komunikasi yang semakin berkembang di Era Globalisasi.
Selanjutnya kami menyadari jika dalam pembuatan Makalah ini banyak berbagai pihak, yang memberi dukungan dan sambutan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Semoga pembuatan Makalah ini dapat membantu para siswa dalam mempelajari mata pelajaran SEJARAH.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,oleh karena itu dengan segala kerendahan hati ,kepada para pembaca kami mohon dapat menyampaikan saran dan kritik untuk perbaikan selanjutnya.


Terima kasih


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………           i
DAFTAR ISI…………………………………………………………          ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang……..………………………………………………     1
B.     Rumusan Masalah………………………………………………….     1
BAB II
PEMBAHASAN
A.     Perjanjian Linggarjati………………………………………………     2
B.     Agresi Militer Belanda I……………………………………………    5
C.     Komisi tiga Negara sebagai Mediator Yang berharga……………       8
BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan…………………………………………………………    11
B.           Saran…………………………………………………………….....     11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………..…………..…        12



BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
 Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara,sewaktu menyerahnya Jepang, kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya.(Lapian & Drooglever : 1992: 1)
Dalam bulan-bulan terakhir peperangan di Pasifik, oleh Sekutu di putuskan bahwa yang diutamakan adalah penyerbuan ke Negara Jepang. Penyerbuan itu ditugaskan kepada Jenderal Mac.Arthur, sedangkan tanggung jawab seluruh  wilayah Hindia¬Belanda, diserahkan kepada Laksamana Mounbatten, yang bertaggung jawab atas Sumatra.  Akan tetapi MacArthur berkeberatan dan minta supaya Mountbatten menunggu sarnpai Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan di Tokyo karena MacArthur khawatir satuan-satuan Jepang akar rnengadakan perlawanan sebelum Jepang resmi menyerah. Para kepala staf Inggris di London setuju dengan MaeArthur. Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan pada tanggal 2 September 1945. (Lapian & Drooglever : 1992: 2)

1.2  Rumusan Masalah
a.        Bagaimana proses terjadinya perundingan Linggarjati ?
b.        Bagaimana hasil dari perundingan Linggarjati ?
c.        Bagaimana peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian    Linggarjati ?
d.        Bagaimana latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1 ?


BAB II
PEMBAHASAN

Mengevaluasi Perjuangan Bangsa ;
Antara Perang dan Damai

A.      Perjanjian Linggarjati

 Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara, sewaktu menyerahnya Jepang. Kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya. Terbentuknya Perjanjian Linggarjati tentunya tidak dapat dilepaskan dari latar belakang internasional dan nasional. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan masih belum stabil. Sekutu mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh pasukan Jepang yang ada dalam kawasan Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur, lalu kemudian diserahkan oleh Laksamana Mountbatten. Pengiriman Tentara Inggris ke Indonesia dapat dikatakan relatif lama, yakni pada tanggal 26 September 1945 atau satu setengah bulan sejak diproklamirkannya kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Namun dibalik itu, justru keadaan seperti inilah yang menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi membara di seluruh Indonesia. Kedua, hal ini memberi kesempatan kepada Indonesia untuk mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun kekuatan fisiknya. Dan ketiga, Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan yang dilaporkan oleh pihak Belanda tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya, berdasarkan laporan dari para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa telah berkobarnya semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu, Mountbatten juga menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang mengenai permasalahan itu. Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan politik RI dan Belanda (seperti di tuntut Belanda). Tugas tentara Inggris sebenarnya adalah sebagai Recovery of Allied Prisoners of War Internees (RAPWI), terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan sekutu, sipil, militer, serta memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke Jepang . Walaupun begitu, pemerintah Hindia-Belanda tetap berusaha membantu supaya pihak Belanda dan Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik. Segera setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir Philip Christison pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies). Dalam menjalankan tugasnya melucuti tentara Jepang, meminta bantuan para pemimpin Indonesia sebenarnya dianggap bertentangan dengan instruksi yang diberikan/diperoleh, yaitu jadinya mengakui Indonesia sebagai negara yang legal/merdeka. .(Lapian & Drooglever : 1992: 5)
Pada 14 November 1945, sistem presidensial diubah menjadi sistem parlementer. Sjahrir diangkat sebagai perdana menteri pertama. Tak berapa lama setelah pengangkatan Sjahrir, Inggris mengajak berunding. Namun sayangnya kabinet Sjahrir menjawab dengan maklumat, bahwa Indonesia tidak sudi berunding selama Belanda berpendirian masih berdaulat di Indonesia. Menanggapi reaksi dari Indonesia, Belanda lalu memblokade Jawa dan Madura. Tapi Sjahrir melakukan diplomasi cerdik. Meskipun dilanda kekurangan pangan, Sjahrir memberikan bantuan beras ke India pada Agustus 1946. Tindakan Sjahrir ini membuka mata dunia. Semula Belanda enggan melakukan kontak dengan pihak Republik karena paksaan Inggris karena serta opini dunia, Belanda dengan berat hati terpaksa menghadapi Indonesia di meja perundingan.
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Peluang berunding dengan Belanda terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda. Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November 1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. .(Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Perjanjian Linggarjati didahulukan oleh perundingan di Hoge Voluwe. Negeri Belanda dari tanggal 14 sampai dengan 24 April 1946 berdasarkan suatu rancangan yang disusun oleh Sjahrir, perdana menteri dalam Kabinet Sjahrir II.  Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946, sewaktu Sjahrir menjabat perdana menteri dalam Kabinet Sjahnr I, Van Mook telah menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda, yang berisi pembentukan negara persemakmuran Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan yang mempunyai otonomi dari berbagai tingkat negara persemakanuran mejadi bagian dari Kerajaan Belanda. Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu peserta dalam Kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan kerja sama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Segera setelah terbentuknya Kabinet Sjahrir II, Sjahrir membuat usul-usul tandingan. Yang penting dalam usul itu ialah bahwa (a) Republik Indonesia diakui sebagai negara berdaulat yang meliputi dacrah bekas Hindia-Belanda, dan (b) antara negeri Belanda dan RI dibentuk federasi. Jelaslah bahwa usul ini bertentangan dengan usul Van Mook.  Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjaiuir dicapai kesepakatan ;
1.         Rancangan persetujuan diberikan bentuk sebagai Perjanjian Indonesia Intemasional dengan  "Preambule"
2.         Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan de facto republik atas Pulau Jawa dan Sumatra
 Pada rapat pleno tanggal 30 Maret 1946 Van Mook menerangkan bahwa rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa diberi kekuasaan oleh pemerintahanya. Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi ke negeri Belanda, dan kabinet rnengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang terdiri atas Soewandi. Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan tanggal 14-24 April 1946. Pada hari pertama ternyata perundingan sudah mencapai deadlock, Belanda menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedautalatanatas Indonesia. Perundingan di Hoge Voluxve merupakan  kegagalan  akan tetapi pengalaman yang diperoleh dan perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna dalam perianjian Linggarjati. .(Lapian & Drooglever : 1992: 12)
B.      Agresi Militer Belanda I
"Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak adalah operasi militer Belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.
Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, lepas dari Belanda.             Sesudah penandatanganan Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan interpretasi mereka sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk negara-negara bagian yang akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat, sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini diawali dengan konferensi yang diselenggarakannya di Malino, Sulawesi Selatan, dan kemudian di Denpasar, Bali. Di sana mereka berhasil membentuk negara boneka Indonesia Timur dengan dibantu oleh orang-orang yang pro Belanda seperti Sukawati dan Anak Agung Gde Agung. Anak Agung Gde memang sejak awal sudah memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di daerahnya, serta mengejar-ngejar dan menangkapinya.
 Memang tujuan utama Belanda penandatanganan Persetujuan Linggarjati ialah menjadikan negara Republik Indonesia yang sudah mendaptkan pengakuan de facto dan juga de jure oleh beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga negara-negara boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan suatu negara Indonesia Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah memajukan bermacam-macam tuntutan yang pada dasarnya hendak menghilangkan sifat negara berdaulat Republik dan menjadikannya hanya negara bagian seperti negara boneka yang diciptakannya di Denpasar. Yang menjadi sasaran uatamanya ialah menghapus TNI dan perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena keduanya merupakan atribut negara berdaulat.
  Semua tuntutan Belanda ditolak. Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat, dan kalau masalah Indonesia tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan bangkrut. Agresi militer pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu melenyapkan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan semua atribut kemerdekaannya, dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat.
  Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. Sasaran yang satu lagi, yaitu menduduki Yogyakarta tidak tercapai, karena pada tanggal 4 Agustus 1947 Dewan Keamanan memerintahkan penghentian tembak menembak. Selanjutnya PBB membentuk Komisi PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh Indonesia, satu oleh Belanda dan yang satu lagi dipilih bersama. Komisi Tiga Negara ini terdiri atas Amreika Serikat, Australia dan Belgia. Sjahrir memilih Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap oleh dunia sebagai pro Indonesia, sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang dianggap lebih obyektif pendiriannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.
 Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi militernya yang pertama meleset sama sekali; karena tanpa diperhitungkan sejak semula, bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertindak atas usul India dan Australia. India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam PBB, di mana Uni Soviet juga memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling penting akhirnya dimainkan oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan Belanda, bahkan yang lebih progresif di antara mereka, merasa yakin bahwa sejarah dan pikiran sehat memberi mereka hak untuk menetukan perkembangan Indonesia, tetapi hak ini hanya dapat dijalankan dengan menghancurkan Republik terdahulu.  Sekutu-sekutu utama negeri Belanda terutama Inggris, Australia, dan Amerika (negara yang paling diandalkan Belanda untuk memberi bantuan pembangunan kembali di masa sesudah perang) tidak mengakui hak semacam itu kecuali jika rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian apabila pihak Belanda harus menyandarkan diri pada penaklukan militer. Mereka mulai mendesak negeri Belanda supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB menjadi forum umum untuk memeriksa tindakan-tindakan Belanda.
            Untuk pertama kali sejak PBB didirikan pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan mengentikan penyerangan militer di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan serangannya. Belanda yang menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu persoalan dalam negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah Indonesia-Belanda menjadi menjadi masalah internasional. Kedudukan Republik Indonesia menjadi sejajar dengan kedudukan negara Belanda dalam pandangan dunia umumnya.

C.      Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator yang Berharga
Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan juga dilakukan di meja perundingan atau perjuangan diplomasi. Perjuangan diplomasi dilakukan, misalnya dengan mencari dukungan dunia internasional dan berunding langsung dengan Belanda. Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB. Negara-negara yang mendukung Indonesia Para tokoh politik Indonesia mengadakan pendekatan dengan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB. Pendekatan yang dilakukan Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947 berhasil mempengaruhi negaranegara anggota Dewan Keamanan PBB untuk mendukung Indonesia.
B. Berunding dengan Belanda
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.

a. Permulaan perundingan-perundingan dengan Belanda (10 Februari 1946)
Panglima AFNEI (Letnan Jenderal Christison) memprakarsai pertemuan Pemerintah RI dengan Belanda untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dan RI. Serangkaian perundingan pendahuluan di lakukan. Archibald Clark Kerr dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai penengah. Perundingan dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Pada awal perundingan, H.J. van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan pernyataan balasan.
b. Perundingan di Hooge Veluwe (14–25 April 1946)
Setelah beberapa kali diadakan pertemuan pendahuluan, diselenggarakanlah perundingan resmi antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah RI untuk menyelesaikan konflik. Perundingan dilakukan di Hooge Veluwe negeri Belanda pada tanggal 14 – 25 April 1946. Perundingan mengalami kegagalan.

c. Perundingan gencatan senjata (20–30 September 1946)
Banyaknya insiden pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu dan Belanda mendorong diadakannya perundingan gencatan senjata. Perundingan diikuti wakil dari Indonesia,Sekutu, dan Belanda. Perundingan dilaksanakan dari tanggal 20 – 30 September 1946. Perundingan tidak mencapai hasil yang diinginkan.

d. Perundingan RI dan Belanda (7 Oktober 1946)
Lord Killearn berhasil membawa wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Perundingan berlangsung di rumah Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Sutan Syahrir. Delegasi Belanda diketuai oleh Prof. Schermerhorn. Dalam perundingan tersebut, masalah gencatan senjata yang gagal perundingan tanggal 30 September 1946 disetujui untuk dibicarakan lagi dalam tingkat panitia yang diketuai Lord Killearn.
Perundingan tingkat panitia menghasilkan persetujuan gencatan senjata sebagai berikut.
·         Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
·         Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Di bidang politik, delegasi Pemerintah Indonesia dan komisi umum Belanda sepakat untuk
menyelenggarakan perundingan politik “secepat mungkin”.

e. Perundingan Linggarjati (10 November 1946)
Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:
·         Inggris, sebagai pihak penengah diwakili olehLord Killearn.
·         Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
·         Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati. Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.
·         Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harusmeninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
·         Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
·         RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua. Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.
Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya.
·         Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.
·         Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang seluas Hindia Belanda dulu tidak tercapai.


BAB III
PENUTUP
1  Simpulan
Perundingan Linggarjati dilaksanakan pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati delegasi Indonesia dipimpin perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn dan Dr. H,J. Van. Mook. Penengah dan pemimpin perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan diumumkan pada tanggal 15 November 1946 dan telah tersusun sebagai naskah persetujuan yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
  1. Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
  2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
  3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
2  Kritik dan Saran
            Dari pengalaman penulisan makalah ini , penulis mengalami beberapa kendala yang secara langsung mengakibatkan pada kekurang sempurnaan hasil akhir penulisan makalah ini. Kendala utama adalah minimnya sumber baik itu seperti  buku yang biasa dipakai perbandingan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu ,sekedar  saran dari penulis untuk penulisan makalah berikutnya, semoga untuk kedepannya lebih giat lagi dalam mencari sumber materi , sehingga penulisan , serta penyelesaian makalah dapat lebih baik. Hal ini penting agar lebih dapat menyelesaikan sebuah karya penulisan yang baik dan benar, serta menarik untuk dikaji. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan , semoga dapat bermanfaat. Sekian dan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA


Hasan, Yunani. 2004. Sejarah Nasional Indonesia V. Palembang: FKIP
Universitas Sriwijaya.

Nasution, AH. 1976. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Jilid 9, Dsjarah
-AD, Bandung: Angkasa.

O. E. Engelen, dkk. 1997. Lahirnya Satu Bangsa dan Negara. Yogyakarta:
Universitas Indonesia.

Poesponegoro. Marwati Dj. 1884. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Balai Pustaka.

Comments

  1. terima kasih artikel perjanjian linggarjati nya mas
    membantu nie heheee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah mampir di blog ini mba..! Salam sukses selalu

      Delete

Post a Comment

Salam Sukses Ananda Collection
Pembaca termasuk membantu mengembangkan Blog ini Dengan cara berkomentar yang sesuai Artikel

Popular posts from this blog

Makalah Hidrosfer, Litosfer, dan Atmosfer

makalah sejarah Zaman paleolitikum

MAKALAH HUBUNGAN INTERNASIONAL