Makalah Sejarah Perjanjian Linggarjati
Makalah Sejarah Tentang Perjanjian Linggarjati
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran
Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, kita dapat
menyelesaikan tugas ini dengan baik. Dalam pembuatan tugas ini setidaknya
terdapat hal-hal yang menambah kita untuk memperoleh informasi dan komunikasi
yang semakin berkembang di Era Globalisasi.
Selanjutnya kami menyadari
jika dalam pembuatan Makalah ini banyak berbagai pihak, yang
memberi dukungan dan sambutan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini
dengan baik. Semoga pembuatan Makalah ini dapat membantu para siswa dalam
mempelajari mata pelajaran SEJARAH.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna,oleh karena itu dengan segala kerendahan hati ,kepada
para pembaca kami mohon dapat menyampaikan saran dan kritik untuk perbaikan
selanjutnya.
Terima kasih…
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………… ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang……..……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………. 1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Perjanjian Linggarjati……………………………………………… 2
B. Agresi Militer Belanda I…………………………………………… 5
C.
Komisi tiga Negara sebagai Mediator Yang berharga…………… 8
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan………………………………………………………… 11
B.
Saran……………………………………………………………..... 11
DAFTAR PUSTAKA…………………………………..…………..… 12
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia awal diplomasi dimulai pada saat adanya
Vacuum of Power di Asia Tenggara,sewaktu menyerahnya Jepang, kemudian Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori berdirinya sebuah negara, maka
harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan pengakuan dari negara lain.
Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan dari negara lain. Dapat
dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu strategi Indonesia untuk
memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan menyatakan bahwa
kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya.(Lapian & Drooglever : 1992: 1)
Dalam bulan-bulan terakhir peperangan di Pasifik, oleh
Sekutu di putuskan bahwa yang diutamakan adalah penyerbuan ke Negara Jepang.
Penyerbuan itu ditugaskan kepada Jenderal Mac.Arthur, sedangkan tanggung jawab
seluruh wilayah Hindia¬Belanda, diserahkan kepada Laksamana Mounbatten,
yang bertaggung jawab atas Sumatra. Akan tetapi MacArthur berkeberatan dan minta supaya
Mountbatten menunggu sarnpai Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan
di Tokyo karena MacArthur khawatir satuan-satuan Jepang akar rnengadakan
perlawanan sebelum Jepang resmi menyerah. Para kepala staf Inggris di London
setuju dengan MaeArthur. Jepang menandatangani dokumen-dokumen penyerahan pada
tanggal 2 September 1945. (Lapian & Drooglever : 1992: 2)
1.2 Rumusan Masalah
a.
Bagaimana proses terjadinya perundingan Linggarjati ?
b.
Bagaimana hasil dari perundingan
Linggarjati ?
c.
Bagaimana peranan tokoh-tokoh Indonesia di balik layar prjanjian Linggarjati ?
d.
Bagaimana latar belakang dan proses terjadinya Agresi Militer Belanda 1 ?
BAB II
PEMBAHASAN
Mengevaluasi Perjuangan Bangsa ;
Antara Perang dan Damai
A.
Perjanjian Linggarjati
Di Indonesia awal diplomasi
dimulai pada saat adanya Vacuum of Power di Asia Tenggara, sewaktu menyerahnya
Jepang. Kemudian Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya. Sesuai teori
berdirinya sebuah negara, maka harus ada warga negara, wilayah, pemerintah, dan
pengakuan dari negara lain. Ketiga unsur pertama sudah ada, tinggal pengakuan
dari negara lain. Dapat dikatakan perjanjian Linggarjati merupakan salah satu
strategi Indonesia untuk memperkokoh eksistensinya di dunia internasional dan
menyatakan bahwa kemerdekaan Indonesia itu nyata adanya. Terbentuknya
Perjanjian Linggarjati tentunya tidak dapat dilepaskan dari latar belakang
internasional dan nasional. Keadaan dunia pasca perang Pasifik dapat dikatakan
masih belum stabil. Sekutu mulai berdatangan untuk menarik mundur seluruh
pasukan Jepang yang ada dalam kawasan Hindia-Belanda, yang awalnya dipimpin
oleh Jenderal Mac Arthur, lalu kemudian diserahkan oleh Laksamana Mountbatten.
Pengiriman Tentara Inggris ke Indonesia dapat dikatakan relatif lama, yakni
pada tanggal 26 September 1945 atau satu setengah bulan sejak diproklamirkannya
kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno-Hatta. Namun dibalik itu, justru
keadaan seperti inilah yang menguntungkan Indonesia. Pertama, api revolusi
membara di seluruh Indonesia. Kedua, hal ini memberi kesempatan kepada
Indonesia untuk mengorganisasi pemerintahnya dan menyusun kekuatan fisiknya.
Dan ketiga, Laksamana Mountbatten menyadari bahwa keadaan yang dilaporkan oleh
pihak Belanda tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Akhirnya, berdasarkan
laporan dari para informan Inggris, Laksamana Mountbatten mengetahui bahwa
telah berkobarnya semangat nasionalisme yang sangat tinggi pemuda-pemuda
Indonesia untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya. Selain itu,
Mountbatten juga menyadari bahwa Indonesia dan Belanda sedang bersitegang
mengenai permasalahan itu. Oleh karenanya, Mountbatten menentukan garis
kebijakan, yakni tentara Inggris tidak akan campur tangan dalam perselisihan
politik RI dan Belanda (seperti di tuntut Belanda). Tugas tentara Inggris
sebenarnya adalah sebagai Recovery of Allied Prisoners of War Internees
(RAPWI), terbatas pada pembebasan tahanan-tahanan sekutu, sipil, militer, serta
memerintahkan penyerahan tentara Jepang, melucuti dan mengembalikan mereka ke
Jepang . Walaupun begitu, pemerintah Hindia-Belanda tetap berusaha membantu
supaya pihak Belanda dan Pihak Indonesia mencapai persetujuan Politik. Segera
setelah satuan-satuan tentara Inggris mendarat, Inggris dibawah Jendral Sir
Philip Christison pimpinan AFNEI (Allied Forces In the Nederland East Indies).
Dalam menjalankan tugasnya melucuti tentara Jepang, meminta bantuan para pemimpin
Indonesia sebenarnya dianggap bertentangan dengan instruksi yang
diberikan/diperoleh, yaitu jadinya mengakui Indonesia sebagai negara yang
legal/merdeka. .(Lapian & Drooglever : 1992: 5)
Pada 14 November 1945, sistem
presidensial diubah menjadi sistem parlementer. Sjahrir diangkat sebagai
perdana menteri pertama. Tak berapa lama setelah pengangkatan Sjahrir, Inggris
mengajak berunding. Namun sayangnya kabinet Sjahrir menjawab dengan maklumat,
bahwa Indonesia tidak sudi berunding selama Belanda berpendirian masih
berdaulat di Indonesia. Menanggapi reaksi dari Indonesia, Belanda lalu
memblokade Jawa dan Madura. Tapi Sjahrir melakukan diplomasi cerdik. Meskipun
dilanda kekurangan pangan, Sjahrir memberikan bantuan beras ke India pada
Agustus 1946. Tindakan Sjahrir ini membuka mata dunia. Semula Belanda enggan
melakukan kontak dengan pihak Republik karena paksaan Inggris karena serta
opini dunia, Belanda dengan berat hati terpaksa menghadapi Indonesia di meja
perundingan.
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Seperti bermain catur, sedikit demi sedikit Sjahrir terus mencoba menekan pemerintah Belanda melalui diplomasi. Ia terus-menerus mengupayakan agar Indonesia dan Belanda duduk di meja perundingan. Kesempatan pertama datang dalam perundingan di Hoge Veluwe, Belanda, 14-16 April 1946. Ketika itu Indonesia mengajukan tiga usul: pengakuan atas Republik Indonesia sebagai pengemban kekuasaan di seluruh bekas Hindia Belanda, pengakuan de facto atas Jawa dan Madura, serta kerja sama atas dasar persamaan derajat antara Indonesia dan Belanda. Usul itu ditolak Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 9)
Peluang berunding dengan Belanda
terbuka lagi ketika Inggris mengangkat Lord Killearn sebagai utusan istimewa
Inggris di Asia Tenggara, sekaligus penengah konflik Indonesia-Belanda.
Konsulat Inggris di Jakarta mengumumkan, selambat-lambatnya pada 30 November
1946 tentara Inggris akan meninggalkan Indonesia . Kabinet baru Belanda
kemudian mengutus Schermerhorn sebagai Komisi Jenderal untuk berunding dengan
Indonesia. Schermerhorn dibantu tiga anggota: Van Der Poll, De Boer, dan Letnan
Gubernur Jenderal H.J. Van Mook. .(Lapian & Drooglever : 1992: 10)
Perjanjian Linggarjati didahulukan oleh
perundingan di Hoge Voluwe. Negeri Belanda dari tanggal 14 sampai dengan 24
April 1946 berdasarkan suatu rancangan yang disusun oleh Sjahrir, perdana
menteri dalam Kabinet Sjahrir II. Sebelumnya tanggal 10 Februari 1946,
sewaktu Sjahrir menjabat perdana menteri dalam Kabinet Sjahnr I, Van Mook telah
menyampaikan kepada Sjahrir rencana Belanda, yang berisi pembentukan negara persemakmuran
Indonesia, yang terdiri atas kesatuan-kesatuan yang mempunyai otonomi dari
berbagai tingkat negara persemakanuran mejadi bagian dari Kerajaan Belanda.
Bentuk politik ini hanya berlaku untuk waktu terbatas, setelah itu peserta
dalam Kerajaan dapat menentukan apakah hubungannya akan dilanjutkan berdasarkan
kerja sama yang bersifat sukarela.
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Sementara itu pernerintah Inggris mengangkat seorang Diplomat tingkat tinggi. Sir Archibald Clark Kerr (yang kemudian diberi gelar Lord Inverchapel), untuk bertindak sebagai ketua dalam perundingan Indonesia-Belanda. .(Lapian & Drooglever : 1992: 11)
Segera setelah terbentuknya Kabinet
Sjahrir II, Sjahrir membuat usul-usul tandingan. Yang penting dalam usul itu
ialah bahwa (a) Republik Indonesia diakui sebagai negara berdaulat yang
meliputi dacrah bekas Hindia-Belanda, dan (b) antara negeri Belanda dan RI
dibentuk federasi. Jelaslah bahwa usul ini bertentangan dengan usul Van
Mook. Setelah diadakan perundingan antara Van Mook dan Sjaiuir dicapai
kesepakatan ;
1.
Rancangan persetujuan diberikan bentuk
sebagai Perjanjian Indonesia Intemasional dengan "Preambule"
2.
Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan
de facto republik atas Pulau Jawa dan Sumatra
Pada rapat pleno tanggal 30 Maret
1946 Van Mook menerangkan bahwa rancangannya merupakan usahanya pribadi tanpa
diberi kekuasaan oleh pemerintahanya. Maka diputuskan bahwa Van Mook akan pergi
ke negeri Belanda, dan kabinet rnengirim satu delegasi ke Negeri Belanda yang
terdiri atas Soewandi. Soedarsono dan Pringgodigdo. Perundingan diadakan
tanggal 14-24 April 1946. Pada hari pertama ternyata perundingan sudah mencapai
deadlock, Belanda menganggap dirinya sebagai negara pemegang kedautalatanatas
Indonesia. Perundingan di Hoge Voluxve merupakan kegagalan akan
tetapi pengalaman yang diperoleh dan perundingan Hoge Voluwe ternyata berguna
dalam perianjian Linggarjati. .(Lapian & Drooglever : 1992: 12)
B.
Agresi Militer Belanda I
"Operatie
Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di
Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer
Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari
21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian Aksi
Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
Sedangkan Agresi
Militer Belanda II atau Operasi Gagak adalah operasi
militer Belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali
dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta
penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya.
Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintahan Darurat
Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin Prawiranegara.
Agresi
militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat
perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda
cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda
sebagai negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan
kedaulatannya, lepas dari Belanda. Sesudah penandatanganan
Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan interpretasi mereka
sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk
negara-negara bagian yang akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat,
sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini diawali dengan konferensi yang
diselenggarakannya di Malino, Sulawesi Selatan, dan kemudian di Denpasar, Bali.
Di sana mereka berhasil membentuk negara boneka Indonesia Timur dengan dibantu
oleh orang-orang yang pro Belanda seperti Sukawati dan Anak Agung Gde Agung.
Anak Agung Gde memang sejak awal sudah memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di
daerahnya, serta mengejar-ngejar dan menangkapinya.
Memang tujuan utama Belanda penandatanganan
Persetujuan Linggarjati ialah menjadikan negara Republik Indonesia yang sudah
mendaptkan pengakuan de facto dan juga de jure oleh beberapa negara, kembali
menjadi satu negara bagian saja seperti juga negara-negara boneka yang
didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan suatu negara Indonesia
Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah memajukan bermacam-macam tuntutan
yang pada dasarnya hendak menghilangkan sifat negara berdaulat Republik dan
menjadikannya hanya negara bagian seperti negara boneka yang diciptakannya di
Denpasar. Yang menjadi sasaran uatamanya ialah menghapus TNI dan
perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena keduanya merupakan
atribut negara berdaulat.
Semua tuntutan Belanda
ditolak. Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat, dan kalau masalah
Indonesia tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan bangkrut.
Agresi militer pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu
melenyapkan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan
semua atribut kemerdekaannya, dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat.
Dalam serangan Belanda yang
pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki Yogyakarta yang telah menjadi ibu
kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-daerah yang penting
bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang minyak dan
batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka
berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur,
Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi
perkebunan-perkebunan yang masih terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan
uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya agresi militer diperhitungkan akan
memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100 juta. Sasaran yang satu
lagi, yaitu menduduki Yogyakarta tidak tercapai, karena pada tanggal 4 Agustus
1947 Dewan Keamanan memerintahkan penghentian tembak menembak. Selanjutnya PBB
membentuk Komisi PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh
Indonesia, satu oleh Belanda dan yang satu lagi dipilih bersama. Komisi Tiga
Negara ini terdiri atas Amreika Serikat, Australia dan Belgia. Sjahrir memilih
Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap oleh dunia sebagai pro
Indonesia, sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang dianggap
lebih obyektif pendiriannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia.
Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi
militernya yang pertama meleset sama sekali; karena tanpa diperhitungkan sejak
semula, bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertindak atas usul India dan Australia.
India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam PBB, di mana Uni
Soviet juga memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling penting
akhirnya dimainkan oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan
Belanda, bahkan yang lebih progresif di antara mereka, merasa yakin bahwa
sejarah dan pikiran sehat memberi mereka hak untuk menetukan perkembangan
Indonesia, tetapi hak ini hanya dapat dijalankan dengan menghancurkan Republik
terdahulu. Sekutu-sekutu utama negeri Belanda terutama Inggris,
Australia, dan Amerika (negara yang paling diandalkan Belanda untuk memberi
bantuan pembangunan kembali di masa sesudah perang) tidak mengakui hak semacam
itu kecuali jika rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian apabila
pihak Belanda harus menyandarkan diri pada penaklukan militer. Mereka mulai
mendesak negeri Belanda supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB
menjadi forum umum untuk memeriksa tindakan-tindakan Belanda.
Untuk pertama kali sejak
PBB didirikan pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan mengentikan
penyerangan militer di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan serangannya.
Belanda yang menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu
persoalan dalam negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah
Indonesia-Belanda menjadi menjadi masalah internasional. Kedudukan Republik
Indonesia menjadi sejajar dengan kedudukan negara Belanda dalam pandangan dunia
umumnya.
C.
Komisi Tiga Negara Sebagai Mediator yang Berharga
Perjuangan bangsa Indonesia untuk
mempertahankan kemerdekaan juga dilakukan di meja perundingan atau perjuangan
diplomasi. Perjuangan diplomasi dilakukan, misalnya dengan mencari dukungan
dunia internasional dan berunding langsung dengan Belanda. Perjuangan mencari
dukungan internasional lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di
hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan
dan hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam
sidang-sidang PBB. Negara-negara yang mendukung Indonesia Para tokoh politik Indonesia mengadakan pendekatan dengan
negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB. Pendekatan yang dilakukan Sutan
Syahrir dan Haji Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus
1947 berhasil mempengaruhi negaranegara anggota Dewan Keamanan PBB untuk
mendukung Indonesia.
B. Berunding dengan Belanda
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan
Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik
Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville,
Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.
a. Permulaan perundingan-perundingan dengan Belanda (10
Februari 1946)
Panglima AFNEI (Letnan Jenderal Christison) memprakarsai
pertemuan Pemerintah RI dengan Belanda untuk menyelesaikan pertikaian Belanda
dan RI. Serangkaian perundingan pendahuluan di lakukan. Archibald Clark Kerr
dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai penengah.
Perundingan dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Pada awal perundingan, H.J.
van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda. Kemudian pada
tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan pernyataan
balasan.
b. Perundingan di Hooge Veluwe (14–25 April 1946)
Setelah beberapa kali diadakan pertemuan pendahuluan,
diselenggarakanlah perundingan resmi antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah
RI untuk menyelesaikan konflik. Perundingan dilakukan di Hooge Veluwe negeri
Belanda pada tanggal 14 – 25 April 1946. Perundingan mengalami kegagalan.
c. Perundingan gencatan senjata (20–30 September 1946)
Banyaknya insiden pertempuran antara pejuang Indonesia
dengan pasukan Sekutu dan Belanda mendorong diadakannya perundingan gencatan
senjata. Perundingan diikuti wakil dari Indonesia,Sekutu, dan Belanda.
Perundingan dilaksanakan dari tanggal 20 – 30 September 1946. Perundingan tidak
mencapai hasil yang diinginkan.
d. Perundingan RI dan Belanda (7 Oktober 1946)
Lord Killearn berhasil membawa wakil-wakil Pemerintah
Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Perundingan berlangsung di rumah
Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. Delegasi
Indonesia diketuai Perdana Menteri Sutan Syahrir. Delegasi Belanda diketuai
oleh Prof. Schermerhorn. Dalam perundingan tersebut, masalah gencatan senjata
yang gagal perundingan tanggal 30 September 1946 disetujui untuk dibicarakan
lagi dalam tingkat panitia yang diketuai Lord Killearn.
Perundingan tingkat panitia menghasilkan persetujuan
gencatan senjata sebagai berikut.
·
Gencatan senjata diadakan atas dasar
kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
·
Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan
Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Di bidang politik, delegasi Pemerintah Indonesia dan komisi
umum Belanda sepakat untuk
menyelenggarakan perundingan politik “secepat mungkin”.
e. Perundingan Linggarjati (10 November 1946)
Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak
tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan
antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati
dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:
·
Inggris, sebagai pihak penengah
diwakili olehLord Killearn.
·
Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir
(Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K
Gani (anggota).
·
Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn
(Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan
yang disebut perjanjian Linggarjati. Berikut ini adalah isi Perjanjian
Linggarjati.
·
Belanda mengakui secara de facto Republik
Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda
sudah harusmeninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1
Januari 1949.
·
Republik Indonesia dan Belanda akan
bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia
Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan
diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
·
RIS dan Belanda akan membentuk Uni
Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua. Perjanjian Linggarjati
ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam
suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.
Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan
negatifnya.
·
Segi positifnya ialah adanya pengakuan de
facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.
·
Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI
dari Sabang sampai Merauke, yang seluas Hindia Belanda dulu tidak tercapai.
BAB III
PENUTUP
1 Simpulan
Perundingan Linggarjati dilaksanakan
pada tanggal 10-15 November 1946. dalam perundingan Linggarjati delegasi
Indonesia dipimpin perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda
diwakili oleh Prof. S. Schemerhorn dan Dr. H,J. Van. Mook. Penengah dan pemimpin
perundingan dari pihak Inggris, yaitu Lord Killeam. Hasil perundingan diumumkan
pada tanggal 15 November 1946 dan telah tersusun sebagai naskah persetujuan
yang terdiri atas 17 pasal, antara lain berisi sebagai berikut:
- Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa dan Madura. Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
- Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu bagiannya adalah Republik Indonesia
- Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia - Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
2 Kritik dan Saran
Dari pengalaman penulisan makalah ini , penulis mengalami
beberapa kendala yang secara langsung mengakibatkan pada kekurang sempurnaan
hasil akhir penulisan makalah ini. Kendala utama adalah minimnya sumber baik
itu seperti buku yang biasa dipakai perbandingan dalam penulisan makalah
ini. Oleh karena itu ,sekedar saran dari penulis untuk penulisan makalah
berikutnya, semoga untuk kedepannya lebih giat lagi dalam mencari sumber materi
, sehingga penulisan , serta penyelesaian makalah dapat lebih baik. Hal ini
penting agar lebih dapat menyelesaikan sebuah karya penulisan yang baik dan
benar, serta menarik untuk dikaji. Demikianlah makalah ini penulis persembahkan
, semoga dapat bermanfaat. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Yunani. 2004. Sejarah Nasional
Indonesia V. Palembang: FKIP
Universitas Sriwijaya.
Nasution, AH. 1976. Sekitar Perang
Kemerdekaan Indonesia. Jilid 9, Dsjarah
-AD, Bandung: Angkasa.
O. E. Engelen, dkk. 1997. Lahirnya
Satu Bangsa dan Negara. Yogyakarta:
Universitas Indonesia.
Poesponegoro. Marwati Dj. 1884. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Balai Pustaka.
terima kasih artikel perjanjian linggarjati nya mas
ReplyDeletemembantu nie heheee
Terima kasih sudah mampir di blog ini mba..! Salam sukses selalu
Delete