SHALAT JENAZAH



BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan ditengah-tengah masyarakat adalah kajian  masalah shalat jenazah, kita memandang dari aspek teori shalat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek praktek masih banyak kesalahan- kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah dengan tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya menyolatkan jenazah dengan baik dan benar. Tujuan penyusunan makalah tersebut adalah untuk memberikan wawasan kepada masyarakat khususnya bagi mahasiswa  tentunya dalam  masalah cara menyolatkan jenazah , sehingga dapat meminimalisir kesalahan dan ketidak tahuan dalam masalah menyolatkan jenazah.

  1. A.    Latar belakang
Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan dimasyarakat adalah kajian masalah shalat jenazah, kita memandang dari aspek teori shalat jenazah merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang bahkan kita menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita menilik dari aspek praktek masih banyak kesalahan- kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk itu tim penulis mengangkat sebuah tema yangberkaitan dengan pengurusan jenazah tersebut. Adapun tema yang kami sajikan ialah “ Shalat jenazah”. Tujuan penyusunan makalah tersebut adalah untuk memberikan wawasan kepada masyarakat khususnya bagi mahasiswa  tentunya dalam masalah penurusan jenazah ini, sehingga dapat meminimalisir kesalahan dan ketidak tahuan dalam masalah kepengurusan jenazah.
  1. B.     Ruang lingkup
Didalam kajian makalah ini tentunya penulis menyajikan maslah seputar shalat jenazah diantaranya : Pengertian shalat jenazah, Syarat- syarat shalat jenazah, Rukun dan tata cara mengerjakan shalat jenazah, dan Keutamaan Melaksanakan Shalat Jenazah.


BAB II
PEMBAHASAN

A.       Pengertian shalat jenazah
Shalat jenazah adalah shalat yang dikerjakah dengan 4 takbir, tanpa ruku, i'tidal, sujud dan duduk. Jadi dilakukan hafiya dengan berdiri, Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah, yaitu kewajiban yang bersifat kolektif. Artinya, jika dalam satu wilayah tak ada seorang pun yang menyelenggarakan shalat jenazah, maka seluruh penduduk wilayah itu akan menanggung dosa. Akan tetapi jika ada beberapa orang saja yang menyelenggarakannya, maka penduduk yang lainnya bebas dari kewajiban itu. Jenazah yang boleh dishalati adalah jenazah orang Islam yang bukan mati syahid (yaitu mati dalam peperangan melawan orang kafir atau orang musyrik). Sedangkan orang yang mati syahid dan bayi yang gugur dalam kandungan (atau sejak dilahirkan, sebeium mati, belum dapat bersuara atau menangis) tidak boleh dishalati, juga tidak boleh dimandikan. Shalat  jenazah ini boleh dikerjakan di setiap waktu, karena shalat ini termasuk shalat yang mempunyai sebab. Shalat jenazah boleh dikerjakan kaum wanita. apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka didak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut.
B.     Hukum shalat jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah bagi semua orang muslim yg hidup. Jika telah dikerjakan oleh satu orang sekalipun maka gugurlah kewajibannya dari yg lain. Salat ini mempunyai beberapa syarat rukun dan sunnah serta keutamaan sebagaimana akan kami sebutkan. Dari Salamah bin Al-Akwa:
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلاَ كْوَ عِ : كُنَّا جُلُوْ سًا عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّلى اللَّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ اِ ذْ اُ تِىَ بِجَنَا زَ ةٍ قَا لَ : صَلُّوْ ا عَلَى صَا حِبِكُمْ. رواه البخا رى.
Dari Salamah bin Al-Akwa’,”pada suatu saat kami duduk-duduk dekat Nabi Saw.Ketika itu dibawa seorang mayat, beliau berkata kepada kami, ‘shalakanlah teman kamu’.’(riwayat Bukhari)
 C.    Keutamaan Shalat Jenazah
Imam  Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah dan Khabab , ia berkata bahwasanya Rasullah bersabda :
مَنْ تَبِعَ جَنَا زَةً وَصَلَّللى عَاَيْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا طٌ وَ مَنْ تَبِعَهَا حَتَّى يُفْرَ غَ مِنْهَا فَلَهُ قِيْرَ ا طَا نِ, أَ صْغَرَ هُمَا مِثْلُ أُحُدٍ أَ و      ْ
 أَ حَدَهُمَا مِثْلُ أُحُد
“ Siapa yang mengantar jenazah dan menyalatinya, maka baginya satu qirath. Siapa mengantar jenazah samapai selesai (proses pemakaman), maka baginya dua qirath. Yang paling kecil adalah seperti gunung Uhud atau salah satu dari keduanya adalah seperti gunung Uhud.”
Ibnu Umar lalu mengirim Khabab kepada Aisyah untuk menanyakan kebenaran perkataan Abu Hurairah tersebut. Ketika kembali dari rumah Aisyah, Khabab bercerita bahwa apa yang dikatakan Abu Hurairah itu benar. Mendengar apa yang dikatakan Khabab, Ibnu Umar berkata, sungguh kami telah kehilangan banyak kesempatan untuk mendapatkan beberapa qirath.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa seorang putranya meninggal di Qalid atau ‘Usfan dan yang menyalatinya sebanyak empat puluh orang , Rasullah bersabda :
مَنْ خَرَ جَ مَحَ جَنَا زَ ةٍ مِنْ بَيْتِهَا وَ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ تَبِعهَا حَتَّلى تُدْ فَنَ.كَانَ   لَهُ قِيْرَ ا طَا نِ مِنْ أَ جْرٍ,كُلُّ قِيْرَ ا طٍ مِثْلُ أُ حُدٍ, وَ مَنْ صَلَّى غَلَيْهَا ثُم
جَعَ كَا نَ لَهُ مِثْلُ أُ حُدٍ

Tidaklah seorang muslim mati lalu jenazahnya di shalatkan empat puluh orang laki-laki yang tidak menyekutukan Allah, melainkan Allah memberikan syafaat kepadanya lantaran mereka.”
D.      Syarat-syarat  shalat  jenazah
1.      Sama dengan syarat shalat biasa, yaitu menutup aurat, menghadap kiblat, suci dari hadats (besar dan kecil) dan najis, baik badan, pakaian maupun tempatnya.
2.      Jenazah sudah dimandikan dan dikafani (dibungkus).
3.       Jenazah diletakkan di hadapan orang yang menyalati, dengan posisi kepalanya    berada disebelah kanan, searah dengan kiblat.

E.    Rukun shalat jenazah 
1.      Niat.
2.      Berdiri bagi yang mampu.
3.      Empat kali takbir (termasuk takbiratul ihram).
4.      Membaca surat Al-Fatihah setelah takbir yang pertama (takbiratul ihram).
5.      Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw. setelah takbir yang kedua.
6.      Membaca doa untuk jenazah setelah takbir yang ketiga.
7.      Membaca doa untuk jenazah dan orang yang menyalatinya setelah takbir yang keempat.
8.       Membaca salam ke kanan dan ke kiri.

F.     Sunat  shalat   jenazah
1.      Mengangkat kedua tangan pada saat bertakbir.
2.      Merendahkan suara pada setiap bacaan (israr).
3.      Membaca isu'adzah (A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajlim).
G.   Niat Shalat Jenazah
Seperti shalat yang lain baik itu wajib ataupun sunnat, niat adalah sisi utama dalam unsur beribadah bagi kaum Muslim, berikut adalah niat shalat jenazah dengan bahasa arab, latin serta terjemahannya:
Niat untuk jenazah laki-laki:
اُصَلِّي علي هذا الَميّتِ ِلله تعالي
” Ushallii ‘alaa haadzal mayyiti lillaahi ta’aala”
Artinya : Aku niat menshalatkan mayyit (laki-laki) ini, karena Allah Ta’aala
Niat untuk jenazah perempuan:
اُصَلِّي
علي هذه الَميّتِة ِلله تعالي
” Ushallii ‘alaa haadzihil mayyitati lillaahi ta’aala”
Artinya : Aku niat menshalatkan mayyit (perempuan) ini karena Allah SWT.
H.    Tata Cara Shalat Jenazah
Niat letaknya ada dalam hati, karenanya melafalkan niat disyariatkan. Jadi tidak diharuskan membaca bacaan shalat jenazah.

 Berdiri bagi yang mampu
Dalam pandangan mayoritas ulama, berdiri merupakan bagian dari rukun shalat jenazah. Maka, jika ada yang melakukan shalat jenazah dalam keadaan duduk maka shalatnya tidak sah, karena ia tidak memenuhi salah satu dari rukun shalat, yaitu berdiri. Pendapat ini sesuai dengan pandangan Abu Hanifah, Syafi’i dan Abu Tsaur. Dan dalam hal ini, tidak ditemukannya adanya perbedaan pendapat.
Pada saat berdiri hendaknya tangan kanan menggenggam tangan kiri. Ada juga yang mengatakan tidak perlu. Tetapi sebagian besar lebih banyak menerima pendapat yang pertama.
Takbir sebanyak empat kali.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah Hadist yang bersumber dari Jabir ra, bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat jenazah raja Najasyi dengan emapt takbir. Tirmizi berkata, shalat dengan 4 takbir merupakan amalan yang dilakukan para sahabat dan yang lain dengan melihat Rasulullah melakukan shalat jenazah dengan takbir empat kali. Pendapat ini dikemukakan oleh Syafan, Malik, Ibnu Mubarak, Syafi’I, Ahmad dan Ishak.
Mengangkat dua tangan saat takbir
Mengankat dua tangan saat shalat jenazah kecuali hanya pada takbir pertama.Karenanya, takbir diberlakukan hanya pada saat takbiratul ihram, kecuali jika berpindah dari rukun satu ke rukun lain sebagaimana yang berlaku dalam shalat selain shalat jenazah. Sementara untuk shalat jenazah tidak dikenal takbiratul intiqal (takbir yang menandakan perpindahan antara satu rukun dengan rukun yang lain).

·         Takbir Pertama
Sesudah takbir dilanjutkan dengan membaca ta’awudz kemudian lanjut dengan membaca al-fatihah, tanpa dibarengi dengan doa iftitah maupun surat pendek seperti sholat biasanya. ini menurut pendapat banyak ulama bahwasanya dalam sholat jenazah tak harus membaca doa iftitah.
Bacaan Ta’awwudz :
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
A’uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim
Artinya : Aku berlindung dari syaiton yang terkutuk.
Kemudian lanjut dengan membaca surah Al-Fatihah.
·         Takbir kedua
Kemudian setelah takbir ke-2 baca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Berikut bacaannya:
أللهم صَلِّ علي محمد وعلي ألِ محمد كما صَلَيْتَ علي إبراهيم وعلي أل إبراهيم وبارِكْ علي محمد وعلي أل محمد كما باركت علي إبراهيم وعلي أل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
“Allaahumma shalli ‘alaa muhammadin, wa ‘alaa aali muhammadin, kamaa shallaita ‘alaa ibraahiima, wa ‘alaa aali ibraahiima. Wa baarik ‘alaa muhammadin, wa ‘alaa aali muhammadin, kamaa baarakta ‘alaa ibraahiima, wa ‘alaa aali ibraahiima. Fil ‘aalamiina innaka hamiidum majiid.”
Artinya : Ya Allah, berilah rahmat kepada Muhammad & keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji & Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya (termasuk anak & istri atau umatnya), sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim & keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji & Maha Agung.
·         Takbir ketiga
Berikut ini bacaan doa shalat jenazah setelah takbir ketiga:
اللهم اغْفِرْ لَهُ وارْحَمهُ وعافِهِ واعفُ عنه وأَكْرِمْ نُزولَهُ ووسِّعْ مَدخلَهُ واغْسِلْهُ بِماءٍ وثَلْج وبَرَدٍ ونَقِهِ من الخَطايا كما يُنَقَي الثَوبُ الأَبْيَضُ مِنِ الدَنَسِ وأَبْدِلْهُ دارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وأَهْلًا خَيْراً من أهلِهِ وَزَوْجًا خَيْراً مِن زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ
“Allaahummaghfirlahu, warhamhu, wa ‘aafihi, wa’fu ‘anhu, wa akrim nuzuulahu, wa wassi’ madkhalahu, waghsilhu bimaa-in watsaljin wabaradin, wanaqqihi minal khathaayaa kamaa yunaqqats tsaubul abyadhu minaddanasi, wa abdilhu daaran khairan min daarihi, wa ahlan khairan min ahlihi, wa zaujan khairan min zaujihi, waqihi fitnatal qabri wa ‘adzaabannaar.”
Artinya : Ya Allah, ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkanlah dia, ampunilah kesalahannya, muliakanlah kematiannya, lapangkanlah kuburannya, cucilah kesalahannya dengan air, es dan embun sebagaimana mencuci pakaian putih dari kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik, gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik, gantilah istrinya dengan isri yang lebih baik, hindarkanlah dari fitnah kubur dan siksa neraka.

·         Takbir Keempat
Bacaan doa shalat jenazah setelah takbir ke 4 adalah membaca doa di bawah ini:
اللهُمّ لاتَحرِمْنا أَجْرَهُ ولاتَفْتِنّا بَعدَهُ
“Allaahumma laa tahrimnaa ajrahu, walaa taftinnaa ba’dah”
Artinya : Ya Allah, janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah pada kami setelah kematiannya.
Membaca doa setelah takbir keempat
Meskipun sudah membaca setelah takbir ketiga, berdoa setelah takbir keempat juga dianjurkan. Hal ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam dari Abdullah bin Aufa.Imam syafi’i berkata, setelah takbir keempat, hendaknya orang yang shalat membaca doa,
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِ مْنَا أَ جْرَ هُ وَ لاَ تَفْتِنَّا بَعْدَهُ وَ اغْفِرْ لَنَاوَلَهُ
Ya Allah, jangalah Engkau halangi (tutupi) kami dari mendaptkan ganjarannya, janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia”(Riwayat Hakim).



      Membaca Al-Fatihah
Tidaklah sah jika shalat jenazah tidak membaca surat Al-Fatihah (menurut ahli hadist).
      Membaca shalawat atas Rasulullah SAW
Imam syafi’i berkata, sebagaimana yang tercantum dalam musnadnya, dari Abu memberitahukan kepadanya bahwa yang disunahkan dalam melaksanakan shalat jenazah adalah hendaknya imam takbir, lalu diiringi dengan membaca al-Fatihah setelah takbir yang pertama. Setelah itu membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Dan membaca doa untuk jenazah pada takbir selanjutnya yang disertai dengan keikhlasaN.

Salam
Terakhir adalah melakukan salam dengan menengok ke kanan dan kekiri sebagaimana dalam sholat biasanya
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Assalaamu ‘alaikum warahmatullaahi wa barakaatuh”
Artinya : “Keselamatan, rahmat Allah dan keberkahan-Nya semoga untuk kalian semua

Bacaan Doa Shalat Jenazah :

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ [وَعَذَابِ النَّارِ]

“Alloohummaghfir lahu Warhamhu Wa ‘Aafihi Wa’fu ‘ahu, Wa Akrim Nuzulahu, Wa Wassi’ Madkholahu, Waghsilhu Bil Maa’i WatsTsalji Wal Barodi, Wa Naqqihi Minal Khothooyaa Kamaa Naqqaitats Tsaubal Abyadho Minad Danasi, Wa Abdilhu Daaron Khoiron Min Daarihi, Wa Ahlan Khoiron Min Ahlihi, Wa Zaujan Khoiron Min Zaijihi, Wa Adkhilhul Jannata, Wa A’idhu Min ‘Adzaabil Qabri”
Ya Allah, Ampunilah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempat-kanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim 2/663)

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثَانَا. اَللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى اْلإِيْمَانِ، اَللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تُضِلَّنَا بَعْدَهُ.

“Alloohumaghfir Lihayyinaa Wa Mayyitinaa Wa Syaahidinaa Wa Ghoo’ibinaa Wa Shoghiirinaa Wa Kabiirinaa Wa Dzakarinaa Wa Untsaanaa. Alloohumma Man Ahyaitahu Minnaa Fa Ahyihi ‘Alal Islaam, Wa Man Tawaffaitahu Minnaa Fatawaffahu ‘Alal Iimaan. Alloohumma Laa Tahrimna Ajrahu Wa Laa Tudhillanaa Ba’dahu”
“Ya Allah! Ampunilah kepada orang yang hidup di antara kami dan yang mati, orang yang hadir di antara kami dan yang tidak hadir ,laki-laki maupun perempuan. Ya Allah! Orang yang Engkau hidupkan di antara kami, hidupkan dengan memegang ajaran Islam, dan orang yang Engkau matikan di antara kami, maka matikan dengan memegang keimanan. Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memper-oleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya.” ( HR. Ibnu Majah 1/480, Ahmad 2/368, dan lihat Shahih Ibnu Majah 1/251)

اَللَّهُمَّ إِنَّ فُلاَنَ بْنَ فُلاَنٍ فِيْ ذِمَّتِكَ، وَحَبْلِ جِوَارِكَ، فَقِهِ مِنْ فِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ، وَأَنْتَ أَهْلُ الْوَفَاءِ وَالْحَقِّ. فَاغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

“Alloohumma Inna Fulaanabna Fulaanin Fii Dzimmatika, Wa Habli Jiwaarika, Fa Qihi Min Fitnatil Qobri Wa ‘Adzaabin Naari, Wa Anta Ahlal Wafaa’i Wal Haqqi. Faghfirlahu Warhamhu, Innaka Antal Ghofuurur Rohiim”
“Ya, Allah! Sesungguhnya Fulan bin Fulan dalam tanggunganMu dan tali perlindunganMu. Peliharalah dia dari fitnah kubur dan siksa Neraka. Engkau adalah Maha Setia dan Maha Benar. Ampunilah dan belas kasihanilah dia. Sesungguhnya Engkau, Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Penyayang.” (HR. Ibnu Majah. Lihat Shahih Ibnu Majah 1/251 dan Abu Dawud 3/21)

اَللَّهُمَّ عَبْدُكَ وَابْنُ أَمْتِكَ احْتَاجَ إِلَى رَحْمَتِكَ، وَأَنْتَ غَنِيٌّ عَنْ عَذَابِهِ، إِنْ كَانَ مُحْسِنًا فَزِدْ فِيْ حَسَنَاتِهِ، وَإِنْ كَانَ مُسِيْئًا فَتَجَاوَزْ عَنْهُ.

“Alloohumma ‘Abduka Wabnu Amatikahtaaja Ilaa Rohmatika, Wa Anta Ghoniyyun ‘An ‘Adzaabihi, In Kaana Muhsinan, Fa Zid Fii Hasanaatihi, Wa In Kaana Musii’an Fa Tajaawaz ‘Anhu”
Ya, Allah, ini hambaMu, anak ham-baMu perempuan (Hawa), membutuh-kan rahmatMu, sedang Engkau tidak membutuhkan untuk menyiksanya, jika ia berbuat baik tambahkanlah dalam amalan baiknya, dan jika dia orang yang salah, lewatkanlah dari kesalahan-nya. (HR. Al-Hakim. Menurut pendapatnya: Hadits ter-sebut adalah shahih. Adz-Dzahabi menyetujuinya 1/359, dan lihat Ahkamul Jana’iz oleh Al-Albani, halaman 125).

Adapun doa yang lain setelah shalat jenazah. Dari HR.Muslim berkata, Rasulullah bersabda :

ا للَّهُمَّ ا غْفِرْ لَهُ وَ ا رْحَمْهُ وَعَا فِهِ وَأَكْرِ مْ نُزُ لَهُ وَوَسَّعْ مُدْ خَلَهُ وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ وَبَرَدٍوَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَا يَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّ نَسِ وَأَ بْدِ لْهُ دَارًاخَيْرًامِنْ دَارِهِ وَأَ هْلاً خَيْرًا مِنْ أَ هْلِهِ وَزَوْجًا خَيْرً ا مِنْ زَ وْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِوَعَذَابَالنَّارِ                                                                                     “ Ya Allah, ampunilah (dosanya), sayangilah dia, maafkanlah (kesalahannya), muliakan tempatnya, luaskan jalan masuknya, mandikan ia dengan air dan embun, bersihkan dirinya dari segala kesalahan sebagaimana baju putih yang telah dibersihkan dari segala kotoran, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik dan gantilah keluarganya dengan keluarga yang lebih baik dan gantilah pasangannya dengan pasangan yang lebih baik, juga selamatkan dari fitnah kubur dan siksa neraka.”



BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Shalat Jenazah  merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat Muslim jika ada Muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan shalat jenazah ini adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia, maka didak ada lagi kewajiban kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut. Kemudian shalat jenazah sudah ada syarat dan rukun-rukunnya yang berpegang pada dasar-dasar sunnah Rasulullah saw. Selain itu bahwa menyolatkan jenazah yang matinya syahid boleh dan tidak disholatkan karena Rasulullah pernah mengerjakan kedua-duanya, pernyataan ini didasarkan pada hadist-hadist yang ada, kemudian telah diamati bahwa nash-nashnya shahih.

Analisis
Dengan melihat kontrakdisi pada masalah hukum menyalati orang yang mati Syahid itu menurut analisis kami kedua-duanya baik dilakukan, karena baik menyolati maupun tidak menyolati, kedua-duanya memiliki dasar yang bersumber dari rasullullah saw.kami berpegang dari riwayat Ibnu Hazm yang menyatakan bahwasannya boleh dilakukan dan boleh ditinggalkan. Jika ia menyolatkan orang-orang yang gugur dalam peperangan. Ini juga salah satu riwayatkan dari Ahmad,  dan dinilai benar oleh Ibnu al- Qayyim.
Pendapat ini mengompromikan nash-nash yang shahih.  Selain itu dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi’i menyatakan bahwasannya ada beberapa hadist yang seakan-akan hadist ini mutawatir, bahwa Rasulullah saw.tidak menyolati mereka yang syahid di perang uhud. Adapun hadist yang berasal dari Uqbah bin Amir, bahwa peristiwa tersebut terjadi setelah delapan tahun berlalu. Lebih lanjut Imam Syafi’i berkata: “seakan-akan rasulullah saw. Mendoakan saat itu mendoakan dan meminta ampuna untuk mereka setelah beliau akan wafat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa menyolatkan dan tidak menyolatkan orang yang mati syahid ssemuanya boleh dilakukan sesuai kehendaknya.


Daftar Pustaka

  1. Malik Kamal bin as-Sayyid Salim,Abu.2006.Shahih Fikih Sunnah.Jakarta:Pustaka at-Tazkia.
  2. Nasiruddin Al-Albani,Muhammad.2008.Fikih Sunnah.jilid 2.Jakarta:PT.Cakrawala.
  3. Rasyid,Sulaiman.1986.Fiqih Islam.Bandung:PT.Sinar Baru Algensindo.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke Hadirat Allah SWT, karena hanya dengan berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam gelap ke alam yang terang benderang, dari alam jahiliyah ke alam yang  penuh  berkah ini. Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak ibu guru  selaku guru Agama Islam . Dan saya juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuannya berupa materiil maupun non materiil, karena tanpa bantuan pihak-pihak tersebut saya tidak mungkin dapat menyelesaikan makalah ini. Selain itu, saya pun mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang saya kutip tulisannya sebagai bahan rujukan.
Saya menyusun makalah ini dengan sungguh-sungguh dan semampu saya. Saya berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan pengalaman maupun pelajaran yang berarti bagi siapa saja yang membacanya.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas Agama Islam  Makalah ini saya buat satu jilid yang berisi tentang “TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH”. 
Dalam tiap subbab yang dibahas merupakan informasi yang sesuai dengan materi yang sedang dibahas.
Akhir kata, manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan makalah ini. Jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.


LappariajaOktober,2015

    Penulis,


MAKALAH PRAKTIKUM BIOLOGI
                                                 MAKALAH IDEOLOGI ILMU EKONOMI                      
MAKALAH SENI RUPA 
                                 MAKALAH SOSIOLOGI KELOMPOK SOSIAL  
  
 MAKALAH SEJARAH PERJANJIAN LINGGARJATI

                                 MAKALAH IDEOLOGI

 MAKALAH PENELITIAN SOSIAL

                                       MAKALAH PERANG DUNIA I dan II

MAKALAH EKONOMI PENGERTIAN PASAR

                                        KESEIMBANGAN LINGKUNGAN

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Hidrosfer, Litosfer, dan Atmosfer

makalah sejarah Zaman paleolitikum

MAKALAH HUBUNGAN INTERNASIONAL